Dalam dunia properti dan kepemilikan tanah di Indonesia, terdapat dua jenis sertifikat yang sering dibicarakan, yaitu Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Kedua sertifikat ini memiliki peran penting dalam mengatur kepemilikan dan penggunaan tanah. Namun, terdapat perbedaan mendasar antara SHM dan SHGB, baik dalam hak kepemilikan, karakteristik, maupun aturan yang mengaturnya.
Mengenal SHM dan SHGB
SHM (Sertifikat Hak Milik) merupakan jenis sertifikat tanah yang memberikan hak kepemilikan yang mutlak dan penuh kepada pemilik tanah di Indonesia.
Sertifikat ini memberikan bukti legal yang menunjukkan bahwa seseorang atau entitas hukum memiliki hak eksklusif atas tanah tersebut.
SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) adalah jenis sertifikat yang memberikan hak pemakaian dan pemanfaatan atas tanah negara atau tanah milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang digunakan untuk membangun bangunan di atasnya.
Perbedaan SHM dan SHGB
Berikut adalah perbedaan antara SHM (Sertifikat Hak Milik) dan SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) berdasarkan beberapa aspek:
Sertifikat Hak Milik (SHM)
- Hak Kepemilikan: Memberikan hak kepemilikan tanah yang mutlak dan penuh kepada pemegang sertifikat. Pemegang SHM memiliki kontrol penuh atas tanah dan dapat menggunakan, menguasai, serta mengalihkan tanah tersebut sesuai dengan kehendaknya.
- Jangka Waktu: Tidak memiliki batasan waktu. Hak kepemilikan dalam SHM berlaku secara permanen, kecuali ada tindakan hukum yang menyebabkan perubahan kepemilikan.
- Konversi: SHM tidak dapat dikonversi ke bentuk lainnya karena memberikan hak kepemilikan yang penuh dan mutlak atas tanah.
- Pengalihan Hak: Tidak ada batasan atau pembatasan khusus pada penggunaan atau pemanfaatan tanah, kecuali jika diatur oleh hukum atau peraturan setempat.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
- Hak Kepemilikan: Memberikan hak pemakaian dan pemanfaatan tanah negara atau tanah milik BUMN. Pemegang SHGB memiliki hak kepemilikan atas bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut, tetapi hak atas tanahnya sendiri adalah hak guna bangunan yang terbatas.
- Jangka Waktu: SHGB memiliki jangka waktu tertentu, umumnya 30 tahun, dan dapat diperpanjang satu kali selama 20 tahun, sehingga total jangka waktu maksimumnya adalah 50 tahun.
- Konversi: SHGB memiliki potensi untuk dikonversi menjadi SHM setelah memenuhi persyaratan dan pembayaran biaya yang ditentukan.
- Pengalihan Hak: Pengalihan hak kepemilikan tanah dalam SHGB terbatas dan harus memenuhi persyaratan tertentu. Proses pengalihan biasanya melibatkan perpanjangan atau pengalihan hak guna bangunan (HGB).
Perlu diingat bahwa perbedaan-perbedaan ini berlaku secara umum dan dapat bervariasi tergantung pada peraturan hukum setempat dan negara yang berlaku.
Untuk kepastian yang lebih akurat, selalu disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli hukum atau notaris yang berpengalaman dalam hal kepemilikan tanah.
Sekian artikel mengenai “Mengenal SHM dan SHGB Sebelum Mendirikan Bangunan”.